Sebuah prestasi, yang menurut diriku tujuh tahun lalu, adalah tingkatan paling tinggi dalam Gerakan Pramuka. Pasalanya, pembina serta guru terbaik saya selama sekolah adalah benar-benar Pembina dengan Ijazah KML. Berkat tangan dingin beliau lah, generasi-generasi muda (termasuk saya) tumbuh dengan rasa nasionalis, peduli, tanggungjawab, cekatan, problem solver dan dengan karakter2 baik lain. Melalui pengalaman beliau juga, saya pribadi banyak sekali belajar bahwa untuk menjadi pribadi yang kuat, kita harus tumbuh di tanah yang paling tandus. Tempaan, kegagalan, merupakan ujian kita sebenarnya untuk menjadi kuat dan semakin di depan.
Dan kini, 2018 saya telah sampai pada titik ini, menjadi pemilik sah atas Ijazah Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Lanjutan. Lantas, apa masalahnya?
Dari lubuk hati yabg paling dalam, sesungguhnya saya merasa sangat malu, atas ketidakseimbangan pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki dengan penghargaan yang saya kantongi.
Menjadi pembina, memang tak serumit menjadi pendidik. Rencana Membina yang disiapkan pun tak setebal Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Jam latihan pun juga tak sebanding dengan jam belajar pendidikan formal. Namun, disitulah letak tantangannya. Dalam waktu yang singkat, dengan persiapan yang sederhana, mampukah seorang pembina menanamkan karakter pada para peserta didik menggunakan cara yang menarik, menantang dan menyenangkan? Sehingga peserta didik juga tidak merasa sedang dipaksa untuk melakukan tindakan – tindakan.?
Prigen, 21 Juli 2018